Wednesday, April 2, 2014

Untuk Alfa,

WAKTU. Satu kata yang tak terbatas oleh ruang dan dimensi semesta. Tak dapat diulang dan tak dapat dihentikan, namun selalu berlari bagai angin yang tak tahu diri, berlalu begitu saja. Waktu adalah alasan dari suatu hal bagi manusia. Waktu adalah sebuah kunci jawaban dari apa yang kita pertanyakan saat ini. Waktu adalah dewa Batara Kala yang dipuja oleh para jahiliyah masa lalu. Waktu adalah rahasia Ilahi yang paling terjaga kesuciannya. Waktu adalah sebuah isyarat bumi untuk mendekatkan Adam dan Hawa yang terpisah gurun dan gunung pada zamannya. Dan waktu pulalah yang tak dapat selalu menjadi benar sesuai keinginan kita.

Aku tahu, aku tak sempurna. Setidaknya begitulah cara kenyataan menamparku. Aku tak cantik, tak pandai menari dan tak sepiawai gadis itu dalam menyayangimu. Entah apa yang ada dipikiranku saat aku menulis ini. Namun inilah yang benar-benar ingin kukatakan.

Kita pernah bersama saat kita masih terdampar di ruang kelas sebuah mata kuliah sejarah. Yah, kita pernah bersama. Kita menyimak dosen bersama, duduk tenang dan mengerjakan ujian bersama, dan kau tahu, kau pasti tahu, mata kita pernah bersamaan bertemu untuk 5 atau 10 detik ketika kau presentasi di depan kelas. Aku tak pernah menyesal dan sedih ketika kita tak pernah tertawa bersama, berjalan bersama, atau sekedar berbincang bersama. 

Waktu itu kau dengan seorang gadis. Aku kenal dia. Dia memang cantik dan aku tak berhak heran kenapa kau sangat menyukainya. Aku senang melihatmu dengannya. Sungguh. Aku sangat senang ketika melihatmu bersamanya. Karena sekali lagi, aku tak berhak heran atas kalian.

Tak ada rasa apapun yang kurasakan saat itu. Yah, bisa kukatakan kau tampan, baik, dan seiman denganku. Namun, aku hanya mengagumimu karena spesial efek yang Tuhan berikan padamu. Aku mengagumimu karena kau begitu sempurna dengan baju takwa dan sarung khas Indonesia yang kau pakai saat ke masjid, kau begitu sempurna dengan kebaikan-kebaikan yang kau lakukan saat seseorang membutuhkan bantuan, kau begitu sempurna saat menegurku untuk bersikap baik sebagai wanita, kau begitu sempurna dengan apa yang ada didalam kepalamu. Bahkan kehampirsempurnaanmu itu membuatku rela dengan bodohnya berputar dua blok ketika pulang kerumah hanya untuk melewati jalan yang sama ketika kita berpapasan dulu. Aku selalu berharap aku bisa berpapasan denganmu lagi di jalan itu.

Namun apapun yang kurasakan, aku yakin rasa sukaku tak sebesar dia yang ada disampingmu. Aku sering mendengar bagaimana dia memujamu, menyayangimu, merawatmu ketika kau sakit, atau bahkan mengucapkan ribuan kata selamat ulang tahun untukmu. Aku tahu aku tak mungkin menyukaimu, meski tak ada yang tak mungkin di dunia ini.

Waktu berlalu begitu saja, tanpa berpamitan kepadaku dan bertanya apakah ia boleh membuatku 1 tahun lebih tua. Aku dan keluargaku pergi keluar kota. Tiba-tiba hp ku berbunyi. Kulihat itu sebuah pesan singkat darimu. Aku sempat menahan napas ketika hendak membacanya. Kali ini aku benar-benar bingung denganmu. “Selamat ulang tahun, ya. Sebenarnya aku dan adikku mampir kerumahmu malam ini, tapi kata tetanggamu kamu sedang pergi keluar kota.” Aku tak tahu bagaimana harus membalas SMS mu. Sungguh. Ingin aku mengatakan “terima kasih, lain kali, ajak adikmu main kerumahku dengan membawa kado untukku” tapi yang terkirim hanya “makasih.. Maaf, ya.. lain kali kalau mau mampir bilang dulu,”. Aku selalu sadar, bahwa kau adalah milik gadis itu. Bukan aku.

Waktu bermaraton memakan hari dan bulan. Suatu ketika aku bertemu dengan kawan lamaku di sebuah reuni sekolah. Kami mengobrol dan bernostalgia gila-gilaan. Dia hadir begitu saja. Di waktu aku tak punya harapan apapun tentangmu. Dia baik, tak kalah tampan dan seiman. Dia membawaku melayang menjelajahi waktu kembali kemasa lalu, dan membawaku melompat jauh kemasa depan dengan angan-angan dan cita-cita yang begitu tinggi. Dia melampauimu dalam satu hal; dia tertawa, berjalan, dan berbincang bersamaku. Meski hanya sekali, namun itulah yang pernah aku miliki dengannya, dan tidak denganmu. Dan aku selalu ingat bahwa, kau tak mungkin dapat kusukai.

Waktu masih berlalu. Aku segera mengetahui bahwa kau adalah teman baik lelaki itu. Kau mengenalnya. Terus terang, aku ingin tahu lebih banyak tentangnya. Tentang siapa yang dia sukai, dan bagaimana pribadinya. Aku tak dapat menyangkal ini, tapi aku memang menyukainya. Aku pun mendorong diriku untuk membuang malu dan menanyakan segala hal tentangnya padamu. Aku tahu, aku tak mungkin memilikimu, maka dari itu aku memohon kau untuk membantuku saat itu. Waktu kembali berlalu begitu saja, namun kali ini waktu memberiku sebuah petunjuk. “Dia sudah memiliki kekasih. Maaf ya,” katamu datar. Aku pun hanya bisa menelan kalimatmu bulat-bulat dan mencoba untuk baik-baik saja. Aku yakin aku bisa menjadi baik-baik saja dengan kabar itu.

Tidak! Aku tidak bisa baik-baik saja. Namun aku tetap tak bisa memupuk rasa sukaku pada lelaki itu. Kau yang bilang dia tak sendiri. Maka selama ini, semua tawa kami, obrolan kami, angan yang kami bagi hanyalah omong kosong yang tak memihak kepada siapapun. Kami hanya membuang waktu. Itu saja. Jujur, aku kecewa padanya. Sangat kecewa. Namun, tetap saja aku tak bisa menyalahkan dia, karena satu-satunya yang bodoh disini adalah aku. Aku tak pernah berani menanyakan apakah dia benar-benar sudah memiliki kekasih, atau jangan-jangan ini hanya bualanmu agar aku tak mendekatinya karena kau membenciku, mungkin. Bagaimanapun akulah yang bodoh.

Waktu berhasil menyeretku pada sebuah jebakan mental ketika aku mendengar bahwa kau tak lagi dengan gadis itu. Bahwa kalian tak menemukan kecocokan, atau entah kenapalah. Kalian tak lagi bersama. Pernah suatu hari sebelum kau dan gadis itu tak lagi bersama, gadis itu memintaku membantunya untuk menghafal sebuah surat di Alqur’an hanya demi dapat berkencan denganmu. Akupun tertawa sejadi-jadinya ketika mendengar itu. “Kau begitu beruntung menjadi gadisnya, karena dia memintamu untuk selalu mengingat Tuhan,” kataku. Dia pun hanya merengek dan tersenyum malu mendengar kalimatku. Aku tahu, gadis itu sangat menyayangimu. Setidaknya begitulah dia dimataku.

Namun, kemudian waktu memberiku alasan untuk berpikir, hingga aku menyadari satu hal. Satu hal tentangmu, bahwa yang kau tahu adalah aku menyukai temanmu, bukan kamu. Dan kamu tak mungkin tahu apa yang benar-benar kurasakan jika kau tak menanyakan padaku dan aku tak pernah memberitahumu.

Kini, kau memang sendiri. Tak ada siapapun di sampingmu seperti dulu. Setidaknya begitulah yang aku tahu. Tapi kau tak benar-benar sendiri, karena akulah yang sendirian sedari awal kisah ini dimulai.
Sekali lagi, waktu adalah isyarat bumi yang mempertemukan kau dan aku, apapun dan bagaimanapun keadaan kita masing-masing nantinya. Waktu benar-benar lucu, bukan?

4 comments: