Wednesday, April 9, 2014

Pengakuan Maria

Namaku Maria. Itulah kenyataan yang harus diakui orang-orang di sekitarku. Malam ini adalah malam besar bagiku. Bagaimana tidak, malam ini adalah kali pertama aku akan pergi ke pesta paling megah yang pernah aku datangi seumur hidupku. Aku tidak sedang berbohong. Aku punya undangannya. Ajudan pak gubernur sendiri yang mengantarkannya padaku. Aku diminta untuk menyanyi di acara pernikahan putri pak gubernur, katanya. Aku pun sangat bangga dan bahagia sekali mendengarnya. Segera kutumpahkan seluruh isi lemari pakaianku demi memilih baju terbaik.


Setibanya aku di aula sebesar lapangan bola itu. Dengan gaun pesta bernuansa emas dan bulu-bulu imitasi yang melingkar indah di pundakku, aku mampu menarik semua mata untuk melirik kepadaku yang seakan mereka bertanya-tanya siapa diriku, sekaya apakah aku hingga pak gubernur mengundangku untuk datang ke pestanya. Aku hanya dapat tersenyum menyambut lirikan mata mereka.

SEPULUH TAHUN YANG LALU....

Di kamar kotak 2x3 m ini aku hidup dan tinggal. Yah, di sebuah kamar kos kumuh yang letaknya ditengah gang kelinci yang begitu sempit dan mungkin telah hilang dari peta kota.

Tiap malam aku selalu begini. Pergi bekerja dengan stokingku, bedak yang tak bermerek, lipstik merah hati, baju yang hanya menutupi setengah bagian tubuhku, dan sepatu hak tinggi yang itu-itu saja. Demi mencari apa yang orang sebut rezeki, aku rela berbuat kehinaan ini. Aku tahu, tak seorangpun mau memperkerjakanku karena mereka selalu mengkotak-kotakan apa yang mereka sebut jenis kelamin.

Sebenarnya aku beruntung karena hidup di negara yang tak membedakan kata ganti orang ketiga seperti she adalah dia untuk perempuan atau he untuk dia laki-laki. Aku beruntung karena aku hidup di negara yang memiliki tingkat toleransi paling tinggi antarumat beragamanya. Namun tetap, tidak ada toleransi untuk pekerjaan. Mereka takut aku akan membingungkan konsumen atau klien. Mereka takut aku akan memiliki kinerja yang buruk. Mereka takut aku akan membuat nama baik perusahaan tercemar. Dan satu-satunya pekerjaan paling mulia yang bisa kudapat adalah bekerja di salon. Namun aku tak sanggup karena aku tak bisa memotong rambut, mengeramasi kepala orang, dll. Aku pun dipecat.

Bagaimanapun aku harus tetap menyambung napasku dengan mencari uang, pikirku. Dari sinilah pikiran terjahannam yang pernah singgah di otakku muncul. Aku mulai merias wajahku secantik mungkin dan, kira-kira pukul 01.00 dini hari, aku menunggu seseorang untuk menjemputku. Dialah yang akan membayarku. Membayar untuk apa yang aku lakukan untuknya. Melakukan apapun yang dia minta. Itulah tugasku.

Malam-malamku berlalu dengan tugas yang keseluruhannya hampir sama. Yakni memuaskan nafsu birahi para homoseks yang tak tahu adat. Padahal sebagian dari mereka telah memiliki istri dan anak. Namun tetap saja mereka memilihku untuk menjadi teman tidur mereka.
Aku memang terlahir begini. Orang tuaku menamaiku Moreno. Mereka merawatku dengan sangat baik. Aku disekolahkan hingga jenjang sekolah tinggi dan mereka meninggal dunia begitu saja. Aku tahu ada yang salah dengan diriku. Aku tak seharusnya mereka anggap sebagai lelaki. Karena memang aku tak pernah merasa begitu. Suatu ketika aku melihat diriku di cermin. Akupun mengerti bahwa aku tak seharusnya menjadi apa yang orang-orang anggap. Aku adalah aku. Aku adalah apa yang aku rasakan selama ini. Aku adalah wanita.

Sejak saat itu, aku memutuskan untuk bertindak, berpakaian, bertingkah laku dan berpikir sebagai wanita. Karena bagiku, aku adalah wanita. Aku adalah Maria.

Aku tak ingin bekerja seperti ini. Menjadi budak pelampiasan birahi mereka. Aku benar-benar harus pergi. Tapi bagaimana dan kapan, aku tak mengerti. Uang tak dapat datang begitu saja hanya dengan aku diam tak melakukan apa-apa.

Hingga suatu ketika aku memutuskan untuk merubah diriku menjadi perempuan seutuhnya. Kini, aku tak lagi merasa berbeda. Aku adalah wanita sesungguhnya. Kini, aku adalah Maria.

Aku memutuskan untuk menjadi penyanyi amatir yang selalu singgah dari kafe ke kafe. Tak jarang aku mendengar seseorang meneriakkan olokan-olokan. Banci lah, bukan manusia lah, cewek jadi-jadian lah, tapi bagiku, itu hanyalah mereka yang membual karena tak tahu siapa aku sebenarnya. Aku tak pernah sedih dan menyerah pada pekerjaanku. Malahan, aku harus berterimakasih kepada mereka, karena aku yakin olokan merekalah yang akan menguatkanku suatu saat nanti.

Tahun-tahun berlalu dengan pekerjaan yang sama, aku bernyanyi dari kafe ke kafe. Sesekali aku diundang untuk bernyanyi bersama sebuah home band untuk bernyanyi di sebuah pesta. Itupun kulakukan. Ingat, demi menyambung napas, apapun akan kulakukan.

Hingga suatu hari aku bertemu dengan seorang produser salah satu industri musik terbesar di negriku. Suaraku sangat merdu dan begitu berkarakter, katanya. Aku pun menyetujui kontrak kerja dengannya. Bernyanyi, bernyanyi, dan bernyanyi. Aku akan terus melakukan itu. Itulah tugasku kini. Dan aku sadar, jika ada yang mengatakan tak ada yang tak mungkin di dunia ini, maka aku akan sangat sependapat dengannya. Memang, segala sesuatu dapat dengan begitu saja terjadi. Tak ada yang mustahil yang terjadi di alam semesta ini. Percayalah, tak ada yang susah untuk dilakukan bagi Tuhan.

SAAT INI....

“Para hadirin yang berbahagia, mari kita sambut dengan tepuk tangan yang meriah... Maria!”

Aku pun mulai disambut di panggung untuk mulai menyanyi. Para undanganpun turut bersorak menyambutku dengan meriah. Begitu pula pak gubernur yang begitu bahagia karena aku bersedia untuk mengosongkan jadwal interview dan malah menghadiri pestanya. Aku pun mulai mengalun seiring dengan musik yang ada di belakang telingaku.

Inilah aku. Seorang penyanyi dengan sejuta kisah dan rahasia. Dan aku hanya ingin mengakuinya padamu, karena tak ada rahasia yang benar-benar rahasia, karena Tuhan tak mungkin tak mengetahuinya. Inilah aku, dengan segala kelebihan dan kekuranganku. Inilah aku dengan segala perasaan yang terlahir bersamaku. Inilah aku, seorang wanita biasa. Aku adalah Maria.

2 comments: