Namaku Maria. Itulah kenyataan
yang harus diakui orang-orang di sekitarku. Malam ini adalah malam besar
bagiku. Bagaimana tidak, malam ini adalah kali pertama aku akan pergi ke pesta
paling megah yang pernah aku datangi seumur hidupku. Aku tidak sedang
berbohong. Aku punya undangannya. Ajudan pak gubernur sendiri yang
mengantarkannya padaku. Aku diminta untuk menyanyi di acara pernikahan putri
pak gubernur, katanya. Aku pun sangat bangga dan bahagia sekali mendengarnya.
Segera kutumpahkan seluruh isi lemari pakaianku demi memilih baju terbaik.
Setibanya aku di aula sebesar
lapangan bola itu. Dengan gaun pesta bernuansa emas dan bulu-bulu imitasi yang
melingkar indah di pundakku, aku mampu menarik semua mata untuk melirik
kepadaku yang seakan mereka bertanya-tanya siapa diriku, sekaya apakah aku
hingga pak gubernur mengundangku untuk datang ke pestanya. Aku hanya dapat
tersenyum menyambut lirikan mata mereka.
SEPULUH TAHUN YANG LALU....
Di kamar kotak 2x3 m ini aku
hidup dan tinggal. Yah, di sebuah kamar kos kumuh yang letaknya ditengah gang
kelinci yang begitu sempit dan mungkin telah hilang dari peta kota.
Tiap malam aku selalu begini.
Pergi bekerja dengan stokingku, bedak yang tak bermerek, lipstik merah hati,
baju yang hanya menutupi setengah bagian tubuhku, dan sepatu hak tinggi yang
itu-itu saja. Demi mencari apa yang orang sebut rezeki, aku rela berbuat
kehinaan ini. Aku tahu, tak seorangpun mau memperkerjakanku karena mereka
selalu mengkotak-kotakan apa yang mereka sebut jenis kelamin.
Sebenarnya aku beruntung karena
hidup di negara yang tak membedakan kata ganti orang ketiga seperti she adalah dia untuk perempuan atau he untuk dia laki-laki. Aku beruntung
karena aku hidup di negara yang memiliki tingkat toleransi paling tinggi
antarumat beragamanya. Namun tetap, tidak ada toleransi untuk pekerjaan. Mereka
takut aku akan membingungkan konsumen atau klien. Mereka takut aku akan
memiliki kinerja yang buruk. Mereka takut aku akan membuat nama baik perusahaan
tercemar. Dan satu-satunya pekerjaan paling mulia yang bisa kudapat adalah
bekerja di salon. Namun aku tak sanggup karena aku tak bisa memotong rambut,
mengeramasi kepala orang, dll. Aku pun dipecat.
Bagaimanapun aku harus tetap
menyambung napasku dengan mencari uang, pikirku. Dari sinilah pikiran
terjahannam yang pernah singgah di otakku muncul. Aku mulai merias wajahku
secantik mungkin dan, kira-kira pukul 01.00 dini hari, aku menunggu seseorang
untuk menjemputku. Dialah yang akan membayarku. Membayar untuk apa yang aku
lakukan untuknya. Melakukan apapun yang dia minta. Itulah tugasku.
Malam-malamku berlalu dengan
tugas yang keseluruhannya hampir sama. Yakni memuaskan nafsu birahi para
homoseks yang tak tahu adat. Padahal sebagian dari mereka telah memiliki istri
dan anak. Namun tetap saja mereka memilihku untuk menjadi teman tidur mereka.
Aku memang terlahir begini. Orang
tuaku menamaiku Moreno. Mereka merawatku dengan sangat baik. Aku disekolahkan
hingga jenjang sekolah tinggi dan mereka meninggal dunia begitu saja. Aku tahu
ada yang salah dengan diriku. Aku tak seharusnya mereka anggap sebagai lelaki.
Karena memang aku tak pernah merasa begitu. Suatu ketika aku melihat diriku di
cermin. Akupun mengerti bahwa aku tak seharusnya menjadi apa yang orang-orang
anggap. Aku adalah aku. Aku adalah apa yang aku rasakan selama ini. Aku adalah
wanita.
Sejak saat itu, aku memutuskan
untuk bertindak, berpakaian, bertingkah laku dan berpikir sebagai wanita. Karena
bagiku, aku adalah wanita. Aku adalah Maria.
Aku tak ingin bekerja seperti
ini. Menjadi budak pelampiasan birahi mereka. Aku benar-benar harus pergi. Tapi
bagaimana dan kapan, aku tak mengerti. Uang tak dapat datang begitu saja hanya
dengan aku diam tak melakukan apa-apa.
Hingga suatu ketika aku
memutuskan untuk merubah diriku menjadi perempuan seutuhnya. Kini, aku tak lagi
merasa berbeda. Aku adalah wanita sesungguhnya. Kini, aku adalah Maria.
Aku memutuskan untuk menjadi
penyanyi amatir yang selalu singgah dari kafe ke kafe. Tak jarang aku mendengar
seseorang meneriakkan olokan-olokan. Banci lah, bukan manusia lah, cewek
jadi-jadian lah, tapi bagiku, itu hanyalah mereka yang membual karena tak tahu
siapa aku sebenarnya. Aku tak pernah sedih dan menyerah pada pekerjaanku.
Malahan, aku harus berterimakasih kepada mereka, karena aku yakin olokan
merekalah yang akan menguatkanku suatu saat nanti.
Tahun-tahun berlalu dengan
pekerjaan yang sama, aku bernyanyi dari kafe ke kafe. Sesekali aku diundang
untuk bernyanyi bersama sebuah home band
untuk bernyanyi di sebuah pesta. Itupun kulakukan. Ingat, demi menyambung
napas, apapun akan kulakukan.
Hingga suatu hari aku bertemu
dengan seorang produser salah satu industri musik terbesar di negriku. Suaraku
sangat merdu dan begitu berkarakter, katanya. Aku pun menyetujui kontrak kerja
dengannya. Bernyanyi, bernyanyi, dan bernyanyi. Aku akan terus melakukan itu.
Itulah tugasku kini. Dan aku sadar, jika ada yang mengatakan tak ada yang tak
mungkin di dunia ini, maka aku akan sangat sependapat dengannya. Memang, segala
sesuatu dapat dengan begitu saja terjadi. Tak ada yang mustahil yang terjadi di
alam semesta ini. Percayalah, tak ada yang susah untuk dilakukan bagi Tuhan.
SAAT INI....
“Para hadirin yang berbahagia,
mari kita sambut dengan tepuk tangan yang meriah... Maria!”
Aku pun mulai disambut di
panggung untuk mulai menyanyi. Para undanganpun turut bersorak menyambutku
dengan meriah. Begitu pula pak gubernur yang begitu bahagia karena aku bersedia
untuk mengosongkan jadwal interview dan malah menghadiri pestanya. Aku pun
mulai mengalun seiring dengan musik yang ada di belakang telingaku.
Inilah aku. Seorang penyanyi dengan sejuta kisah dan rahasia. Dan aku hanya ingin mengakuinya padamu, karena tak ada rahasia yang benar-benar rahasia, karena Tuhan tak mungkin tak mengetahuinya. Inilah aku, dengan segala kelebihan dan kekuranganku. Inilah aku dengan segala perasaan yang terlahir bersamaku. Inilah aku, seorang wanita biasa. Aku adalah Maria.
kalau kamu maria, aku adalah Antonio Pavaroti. hahaha
ReplyDeleteXD sopo iku hehe
Delete