Thursday, October 20, 2011

Gubuk Dikala Senja

Puisi ini aku buat ketika aku teringat akan sesuatu. Saat aku pulang sekolah, aku menunggu jemputan di depan sekolahku. Sembari menunggu, aku melihat ada seorang kakek-kakek yang sedang duduk sendiri di depan rumahnya yang sangat sederhana. Terbesit diotakku untuk menanyainya mengapa ia sendirian. Akhirnya ku beranikan diri untuk bertanya padanya. Siapa namanya, apa yang sedang dia lakukan, bahkan aku tanyakan dengan siapa dia tinggal. Namanya pak To, dia bilang dia hanya sedang menikmati sore kala itu. Dan pak To pun mulai menceritakan keluh kesahnya padaku. Dia menasihatiku untuk menjadi murid yang pandai, sekolah yang rajin, dan tidak pernah melupakan sholat. Nasihat yang tak akan pernah aku lupakan dari seorang kakek yang belum pernah aku kenal sebelumnya. Pak To bilang, dia tinggal di Sidoarjo hanya seorang diri. Istrinya sudah lama meninggal karena penyakit diabetes. Anak satu-satunya yang tinggal di Kalimantan, tak mau menjenguknya lagi, karena alasan jarak yang jauh dan biaya yang tak sedikit. Selama ini, pak To hidup dengan belas kasih tetangganya. Dia juga membuat keranjang dari bambu untuk menambah penghidupannya. Pak To, semoga pak To sehat selalu. :)

oleh Nurin Nafisah

Gubuk tua, tatapan mata tua
Duduk termenung diandai-andai
Hati renta, sesak membelah jiwanya
Gubuk tua, tatapan mata tua
Termangu sejenak menimang belati
Hanya demi sesuap nasi yang tak pasti
Gubuk tua, tatapan mata tua
Dia, menelaah dinginnya neraka dunia
Terenyuh dia, mengemis surga-Nya
Gubuk tua, tatapan mata tua
Dia, diacuh bagai sampah bagi kota
Ah...Tidak!
Itu hanya bagi mereka; orang-orang bertahta
Senjamu...
Gubuk tua, tatapan mata tua
Seiring
nada nadimu, ada tangisan hatimu
Seiring langkahmu, ada harapan bagimu
Namun aku, tak juga kau
Sudikah kita mengubah gubuk dikala senja
Menjadi esok pagi yang cerah

2 comments: